Merenovasi Pengaturan Abortus dalam KUHP
(antara lex specialis dan lex generalis)
Oleh : Dr. Cahyono, S.H.,M.H.
(Hakim Pengadilan Negeri Sleman)
- Pendahuluan
Masalah yang rumit yang dihadapi oleh setiap masyarakat, termasuk Indonesia adalah masalah keadilan (kesebandingan). Hal ini terutama disebabkan oleh karena pada umumnya orang beranggapan bahwa hukum mempunyai dua tugas utama, yakni mencapai suatu kepastian hukum serta mencapai kesebandingan bagi semua warga masyarakat. Pemikiran-pemikiran maupun konsepsi-konsepsi tentang keadilan yang berasal dari dunia barat tidak tepat jumlahnya. Konsepsi tentang kesebandingan pada hakikatnya berakar di dalam kondisi yang pada suatu waktu tertentu diingini oleh masyarakat yang bersangkutan. Dan biasanya, konsepsi tentang kesebandingan (keadilan) baru menonjol atau timbul apabila warga masyarakat dihadapkan pada hal-hal yang dirasakan kurang adil. Untuk mencapai keadilan yang bersifat substantif dan dapat dipertanggungjawabkan, maka sudah sewajarnya apabila hukum pidana membutuhkan ilmu pengetahuan lain yang relevan dengan perkembangan masyarakat.
Hukum pidana perlu terbuka terhadap hasil perkembangan ilmu sosial dan kemasyarakatan, ilmu perilaku manusia, serta ilmu pengetahuan lain yang relevan. Selain ilmu sosial dan ilmu kemasyarakatan lain yang banyak membantu hukum pidana, juga dikembangkan bantuan ilmu kedokteran dan teknologi untuk penegakkan hukum pidana yang modern. Kemajuan teknologi sangat membantu kewibawaan hukum pidana untuk menyajikan kebenaran dan keputusan pengadilan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai keadilan yang bersifat substantif.
Beberapa aspek kehidupan telah mengalami perubahan, sehingga diperlukan pembaharuan hukum pidana yang sifatnya dinamis, interaksionis dan progresif. Perubahan tersebut pada gilirannya akan mengikuti perkembangan masyarakat yang modern yang akhirnya menuntut pembaharuan hukum yang diperlukan sesuai kebutuhan hukum pidana yang dinamis, ia tidak mandeg-statis. Salah satunya yang perlu dilakukan renovasi pengaturan hukumnya adalah berkaitan dengan pengguguran kandungan (abortus) sebagaimana telah diatur dalam Pasal 346 KUHP, yang menyebutkan:”Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam pidana penjara paling lama empat tahun”. Serupa dengan Pasal 346 KUHP, abortus juga diatur secara khusus dalam UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, Pasal 75 ayat (1) menyatakan: “Setiap orang dilarang melakukan aborsi”; namun ada pengecualiannya, sebagaimana diatur Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan, yang menyatakan: “Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan: a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan;
Baca lebih lengkap download dibawah ini :