REFORMASI BIROKRASI LEMBAGA PERADILAN
MENUJU PERADILAN YANG AGUNG
Oleh : Cahyono
- Pendahuluan
Mahkamah Agung (MA) sebagai pemegang kekuasaan kehakiman serta peradilan negara tertinggi mempunyai posisi dan peran strategis di bidang kekuasaan kehakiman karena tidak hanya membawahi 4 (empat) lingkungan peradilan tetapi juga sebagai puncak manajemen di bidang administratif, personil dan finansial serta sarana prasarana. Kebijakan “satu atap” memberikan tanggungjawab dan tantangan karena MA dituntut untuk menunjukkan kemampuannya guna mewujudkan organisasi sebagai lembaga yang profesional, efektif, efisien, transparan serta akuntabel.
Penyatuan atap beserta semua konsekuensi logis yang muncul untuk menjadi lembaga yang mumpuni dalam bidang peradilan dan mampu mengelola administratif, personil, finansial dan sarana prasarana, membuat MA melakukan perubahan atau pembaruan di semua aspek secara hampir bersamaan. Menyadari keterbatasan sumber daya dan terus mendesaknya perkembangan kebutuhan publik akan perubahan di MA dan badan peradilan dibawahnya, maka perencanaan adalah hal mutlak yang harus dilakukan. Hal ini menjadi latar belakang disusunnya Cetak Biru Peradilan 2004 – 2009 (yang mulai disusun pada tahun 2003). Cetak Biru ini merupakan sebuah pedoman/arah dan pendekatan yang akan ditempuh untuk mengembalikan citra Mahkamah Agung serta Pengadilan dibawahnya sebagai lembaga yang terhormat dan dihormati.
Hakim Pengadilan Negeri Sleman. Makalah diajukan sebagai masukan dalam rapat membahas Reformasi Birokrasi di Pengadilan Negeri Banda Aceh, Kamis, tanggal 23 Februari 2017, dan makalah ini ditayangkan kembali di bulan Oktober 2022, mengingat meskipun di MARI ada terkait OTT oleh KPK, namun sebenarnya sudah cukup banyak reformasi birokrasi yang dilakukan oleh MARI melalui berbagai Perma, dan Sema-nya, sehingga sedikit banyaknya masyarakat merasakan adanya reformasi hukumyang dilakukan oleh MARI hingga tahun 2012, dan tulisan ini juga belum membahas reformasi hukum disaat-saat ini (2012-2022) mengingat keterbatasan pengetahuan penulis.
Pasal 21 Undang-Undang No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman junctis Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No.4 Tahun 2004 dan Pasal 11 Undang-Undang No.35 Tahun 1999 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
lebih lengkap download artikel di bawah ini :
REFORMASI BIROKRASI LEMBAGA PERADILAN